Pertengkaran Chila dan Qeyra
Anak-anak itu unik dengan warnanya sendiri. Jika kita menyentuh
mereka dengan cinta, respon setelah itu akan membuat kita meleleh. Ternyata
mereka mampu menaklukan kerasnya dunia.
Sore ini, Saya menyaksikan episode pertengkaran diantara Chila dan
Qeyra.
Dari kejauhan Saya melihat Chila melempari semua batu kerikil,
yang sudah ditata oleh adik kelasnya, Qeyra. Beberapa kerikil
nyaris mengenai tubuhnya. Nampak dari jauh mereka saling bersih tegang ,
melempar argumentasi untuk pembelaan.
“Qeyra jahat !” Jerit Chila ditengah isak tangisnya.
“Kakak Chila juga jahat! Merusak semua kerikilku! Qeyra kan
sudah lama menyimpan batu-batu kecil itu !” Protes Qeyra tak kalah keras
membela diri. Qeyra mendekati saya
sambil menangis, melaporkan kakak kelasnya,Chila.
Melihat anak-anak bertengkar, secara spontan teringat masa kecil
yang pernah hadir di episode ini, yang mungkin sangat sepele dan lucu jika
dinostalgia kembali.
Tingkah mereka yang menggemaskan di usia 5 dan 6 tahun, seolah ada
ransangan untuk menarik tangan ini untuk mendekap, mengelus lirih dalam
doa.
“Ya Allah lembutkanlah hati mereka berdua, Engkaulah Maha
dari segala kelembutan di dunia ini”.
Karena jam istrahat sudah selesai. Saya ajak anak-anak semua masuk dalam ruangan.
Setelah itu Saya
mengajak mereka bicara, dan menampung semua keluhan mereka. Namanya juga
anak-anak, saat itu mereka lagi tak ingin diceramahi. Sebelum saya memberikan
solusi , maka saya menjelma pendengar yang baik untuk menawarkan emosi mereka
yang berhamburan.
Akhirnya mereka berdua dengan argumen yang kritis dan lucu, mulai
mempresentasikan kesalahan.
“Kakak Chila, Kakak Qey... Masih ingat cerita yang
dikisahkan kemarin?”
Saya mulai memasuki ruang mereka dengan pertanyaan- pertanyaan
kecil.
“Saya tak ingin membuat syetan senang dan bertepuk tangan Bu
Guru. Tapi, Saya sedih tak diajak berteman, Saya ditinggal sendirian sama Qeyra
dan teman-teman."
Chila nyeletuk. Masih dengan wajah ketusnya.
“Bu guru, Syetan itu kan musuh saya. Jadi mana mungkin Saya
membantu mereka. Mereka kan cita-citanya menggoda manusia biar bertengkar. Tapi
, Saya juga nggak terima Kakak Chila sudah merusak kerikil yang sudah saya tata
sejak pekan lalu.” Wajah manis Qeyra buat saya nahan ketawa.
Rupanya mereka mulai menyadari bahwa kisah yang diceritakan
kemarin, sangat mirip dengan pertengkaran mereka sore ini. Padahal saya tak
lagi mengulangi cerita itu. Cukup melempar tanya dan membiarkan mereka
berfikir sejenak.
Dalam diam Saya salut pada mereka berdua yang masih aware bahwa
pertengkaran mereka adalah kemenangan para iblis untuk merayakan kemenangan.
Karena Iblis telah berhasil menggoda dan menyulut api kemarahan pada mereka
berdua.
Akhirnya saya menawarkan solusi.
Solusi yang bisa mereka terima bersama. Saya memandu mereka untuk
saling memberi maaf lewat sebuah genggaman. Qeyra lah yang lebih awal
mengulurkan tangannya, tanpa ada rasa canggung dan tulus. Terpancar aura manis
seolah berkata “Aku ingin mencintaimu dengan rasa maaf ini, tolong
terima lah uluran tanganku, ayolah terima, jangan lama-lama”
Namun di sisi lain, Chila terlihat sangat kaku menerima uluran
tangan Qeyra.
Mungkin, sekitar sepuluh detik Chila baru mau menerima ulurannya. Itu pun masih canggung dan ketus. Saya
memberi solusi untuk saling melempar senyum termanis.
Eh, tiba-tiba Chila yang tadinya masih keras dengan keakuannya,
langsung memeluk Qeyra tanpa instruksi dari saya. Dipeluk erat lah adik
kelasnya, ke- dua tangannya melingkari perut Qeyra dengan kencang, ada bisikan
manis yang buat saya terharu
“ Ti Tata sayang ti nunu”,
artinya kakak sayaang dedek."
Tata adalah Sapaan manja dari seorang kakak di
Daerah Gorontalo.
Entah dari siapa kalimat itu dijiplak. Tapi Saya yakin
lingkunganlah yang telah membentuk perbendeharaan kata mereka menjadi
penuh cinta. Mungkin kalimat manis itu sering didengar dari orang tuanya,
lingkungan sekolahnya, atau orang terdekatnya, yang pada akhirnya ia tularkan
pada yang lain. Oh, betapa pentingnya lingkungan mendesign sikap dan pola tutur
mereka.
Menjadi guru dan orang tua ternyata memang harus selalu
belajar untuk hal-hal baru yang kita temukan pada keunikah setiap anak.
Anyway , Chila dan Qeyra
adalah salah satu anak-anak bimbingan saya di Klinik
belajar Mutiah . Kenapa saya sebut
ini klinik, karena saya ingin belajar mengobati kebodohan saya dalam mendidik
dan mencinta, melalui karakter anak- anak manis yang saya ajak belajar bersama.
Mereka terdiri dari
balita dan remaja SMP. Saya mengambil peluang untuk belajar mencintai mereka
dengan pola pendidikan yang saya akumulasi dari berbagai referensi yang saya
baca, workshop dan seminarnya yang pernah saya ikuti, atau hasil dari diskusi
kecil dari pengalaman para orang tua yang telah berhasil menumbuhkan cinta pada
ana- anaknya lewat sebuah sentuhan.
Sebagai guru dan kakak bagi anak-anak, banyak sekali ilmu yang
saya pahat dan pelajari dari interaksi bersama mereka yang sekilas tampak
remeh, tapi bagi saya itu peluang bagi saya untuk membekali diri untuk menjadi
orang tua yang sesungguhnya.